Minggu, 23 Februari 2020

Kursus Pra Nikah? Penting gak sih? Dari diperkosa suami sampai poligami?

Aku nulis ini start  jam 23.16 karna gk ngantuk dan abis motongin kuku si gadis yg susah bgt dipotongin hhaa
Jadi nih pengen lah aktif ngeblog lagi tapi gak janji juga sih yaa
Barusan, aku buka twitter dan ada satu tweet yg menarik untuk dibahas lebih lanjut.
Judulnya "kursus pra nikah. Diperkosa suami yes, dipoligami yes"
Anda kan mau nikah, nih. Anda mau [berhubungan seks], nih. Dia [istri] nggak mau. Kalau gitu caranya gimana? Ceraikan ajalah.”

“Kalau dia [istri] sedang haid, atau dia baru saja melahirkan, tapi Anda mau [berhubungan seks], boleh. Tapi tidak memasukkan ke vaginanya. Di bagian lain. Di sela-sela lain. Ya silakanlah.”

Ini adalah cuplikan sedikit tentang artikel yang ditulis oleh asumsi.com
Jadi ceritanya ada beberapa keluhan tentang kursus pra nikah yang katanya memojokan wanita

Tapi dulu tahun 2018 aku sih dan suami gak ada yang namanya kursus pra nikah, mungkin ini peraturan baru ya untuk syarat pernikahan.
Dan setelah aku googling soal kursus pra nikah ini ternyata memang syarat baru untuk menikah sesuai UU RI No 16 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas UU No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
Jadi siapa yang ingin menikah dan ingin mencatatkannya pernikahannya di KUA ya wajib ikut kursus pra nikah dan wajib lulus
Sebenarnya kursus pra nikah ini sebuah materi bagus untuk orang yang ingin menikah, karna disana kita akan diajari banyak hal bermanfaat sprti tentang alat reproduksi bahkan sampai mengatur financial keluarga.
Tapi banyak desas desus yang beredar bahwa kursus pra nikah ini tidak berjalan dengan baik dikarenakan pemateri yang kurang kompeten dibidangnya.
Ada beberapa kasus yang diungkapkan oleh para caten (calon penganten) bahwa pemateri seperti memojokan wanita dan mengganggap wanita sebagai alat pemuas nafsu belaka, bahkan ada yang memaksa para wanita untuk berseru "saya setuju poligami"
Pemateri juga berkatanya gak ada wanita yang diperkosa suaminya karna itu hak dari suami untuk mendapatkan nafkahnya.
Kalo gini caranya sih kursus pra nikah itu cm ngebahas soal selangkangan aja dong, boro boro bahas soal financial atau kesiapan mental kita soal menikah.
Dulu waktu aku bimbingan pra nikah, waktunya cm sebentar tp ckup membekas. Yang memberi materi adalah ibu paruh baya yang sangat ramah menyambut kedatangan kami, beliau memulai dari menjelaskan kenapa pernikahan itu penting bahkan beliau juga mengingatkan bahwa diawal-awal pernikahan akan sangat wajar apabila terjadi perselisihan pendapat dikarenakan ditemukannya 2 fikiran dalam satu rumah yang akan sangat sulit untuk beradaptasi jadi ingatlah yang baik baiknya dari pasangan, ingat juga niat menikah untuk apa.
Jangan babibu ingin berpisah ketika terdapat perbedaan.
Itu juga yang menjadi pegangan kami berdua sampai saat ini dalam menjalani rumah tangga dan merawat anak kami, gak mungkinlah kita selalu dapat apa yang kita ingin dari pasangan begitu juga sebaliknya. Termasuk berhubungan seksual, kalo aku jujur aja ya, menurut ku banyak wanita yang selama ini diperkosa suaminya..
Karna kurangnya komunikasi antara suami dan istri soal itu, merasa hal itu tabu banget untuk dibicarakan dan kurang pantas dikarenakan memang hak dan kewajiban.
But sorry to say, terlepas dari urusan agama menurut ku manusia itu wajib jadi manusia merdeka bahkan ketika dia sudah berkeluarga. Suara istri berhak didengar karna keluarga yang bahagia berawal dari ibu dan istri yang bahagia, istri berhak menolak ketika dia tidak ingin mungkin karna lelah, tidak enak badan bahkan kalo memang lagi halangan, karena cm orang tolol yang mau ngentot sama cewek haid atau nifas.
Dan suami juga harus menerima apapun jawaban dari ajakannya.
Tapi mungkin ada batasnya lah, jgn juga suami ngajak istrinya nolak mulu tanpa alasan yang jelas.
Kalau aku dan suami berpendapat "sex not our first thing" if we had a satisfy sex it just a bonus, toh hidup juga soal kenyamanan, rasa aman dan bahagia.
Kalo menikah cm memikirkan urusan bawah selangkangan tapi nafkah anak gak terpenuhi juga percuma toh, kasian ntar anaknya lahir dari ibu bapak yang cm mikirin bawah selangkangan tp lupa gmn cara mempersiapkan kehidupan untuk anaknya.
Everything needs balancing, isnt right?
Dikursus itu juga ditekankan beberapa kali hendaknya wanita itu dirumah aja, karna banyak kasus bercerai di gugat oleh istri istri yang bekerja ( apa-apain nih, makin ngaco aja ) (why im not theređŸ˜…kalo aku disana mungkin pematerinya capek nanggapin opini ku yang tak sejalan)
Tapi balik lagi hendaknya suami dan istri lebih bijak dalam mengambil keputusan dan mendiskusikan hal hal penting dlm rumah tangga tidak hanya urusan seks bahkan juga soal urusan apakah wanita boleh bekerja atau tidak.
Kalo menurut ku, ya gakpapa wanita bekerja tapi ketika dirumah kita juga harus menjadi ibu dan istri sesungguhnya.
Second point yang mau aku bahas juga soal poligami.
Seandainya aku ada diruangan itu pengen deh ku tanya " apa motivasi anda sir memaksa kami menerima poligami? " situ kepepet mau nikah apa gimana?
Aku sudah prnh bahas masalah poligami diinstagram and then aku juga sudah pernah bahas masalah ini bersama suami ketika ingin menikah
1. Poligami itu bukan hal mudah, karna ada tata cara dan aturannya.
2. Dengan satu istri aja belum tentu kamu bisa adil, bisa aja dengan satu istri kamu belum adil.
3. Zaman sekarang rasanya tidak ada wanita yang bisa dengan legowo menerima itu
4. Gambaran mudah poligami adalah seperti kamu menambah beban pekerjaan tetapi masih berpenghasilan sama, maksudnya kamu akan kerepotan mengatur waktu dan keuangan
5. Ketika ada satu pihak yang sakit hati karna merasa tidak adil maka ingat ingat balasannya apa ya?đŸ’­
6. Sebaiknya belajar lagi tentang poligami, tujuan dan makna dibalik poligami itu apa. Karna yang jelas dasarnya bukan nafsu apalagi kata kata " daripada berdosa berzinah lebih baik nambah istri"
7. Im not hate poligami at all, karna poligami ada di kitab suci ku. Kalo aku membenci dan tidak menerima sama aja aku membenci dan tidak menerima kitab suci ku sendiri but for now, I can't accept if happen to me.

Semoga semua keviralan tentang kursus pra nikah ini menjadi sebuah tela'ah untuk kemenag dan pihak pihak yang bersangkutan.
Karna kasian banget istri, seperti objek pelecehan dan penistaan untuk sebagian orang yang menganggap kami objek. Untuk apa digaungkannya kesetaraan gender tapi hal hal seperti ini terjadi di situasi basic, aplg mereka yang ikut kursus pra nikah menjadi tidak nyaman tapi karena wajib dpt sertifikat jadi yaudah ikut aja lah drpd gk bisa nikah.
Kalo sesuatu yang wajib menjadi unfaedah dan cm menjadi sebuah formalitas kapan negara berflower ini akan maju?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar